TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi
Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah
ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang
pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir
dalam proses pembelajaran.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase
terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan
hapalan mereka. Konferensi tersebut merupakan lanjutan dari konferensi yang
dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat
terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors). Masih banyak
level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat
menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom,
Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep
kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom
adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skillsmulai dari
tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka
konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah
kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Taksonomi Bloom mengalami dua kali perubahan perubahan yaitu Taksonomi
yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah direvisi oleh
Andreson dan KartWohl. Untuk pembahasan masing-masing dijelaskan sebagai
berikut,
A. Ranah Kognitif
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan
mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang
tertinggi yang meliputi 6 tingkatan antara lain :
a. Pengetahuan
(Knowledge) – C1
Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan
mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan
tentang istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan tentang
konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan
tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan (g)
pengetahuan tentang metodologi. Contoh: menyatakan kebijakan.
b. Pemahaman (Comprehension) – C2
Pada level atau tingkatan
kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan memahami materi tertentu,
dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain);
(b) interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi
(memperpanjang/memperluas arti/memaknai data). Contoh : Menuliskan kembali
atau merangkum materi pelajaran
c. Penerapan (Application) – C3
Pada level atau tingkatan
ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menerapkan informasi
dalam situasi nyata atau kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau
situasi yang baru. Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung gaji pegawai.
d. Analisa (Analysis) – C4
Analisis adalah kategori
atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah (domain) kognitif.
Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya.
Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi
bagian-bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c)
analisis pengorganisasian prinsip (mengidentifikasi
pengorganisasian/organisasi). Contoh: Menganalisa penyebab meningkatnya
Harga pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan memisahkan komponen-
komponennya.
e. Sintesis (Synthesis) – C5
Level kelima adalah
sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi. Tingkatan kognitif
kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi
rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat
hubungan abstrak. Contoh: Menyusun kurikulum dengan mengintegrasikan
pendapat dan materi dari beberapa sumber.
f. Evaluasi (Evaluation)
– C6
Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi.
Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’
suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Paling
tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut Bloom, yaitu: (a)
penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2) evaluasi
berdasarkan bukti eksternal. Contoh: Membandingkan hasil ujian siswa
dengan kunci jawaban.
B. Ranah Afektif
Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi,
misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap.
Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga
yang paling kompleks :
a. Penerimaan (Receiving) – A1
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap
sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah
dalam domain afektif. Dan kemampuan untuk menunjukkan atensi dan
penghargaan terhadap orang lain. Contoh: mendengar pendapat orang lain,
mengingat nama seseorang.
b. Responsive (Responding) – A2
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat
secara afektif, menjadi peserta dan tertarik. Kemampuan berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan
mengambil tindakan atas suatu kejadian. Contoh: berpartisipasi dalam diskusi
kelas
c. Nilai yang dianut (Value) –
A3
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek
atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau
tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
“sikap dan opresiasi”. Serta Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk
membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian/obyek, dan
nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh: Mengusulkan kegiatan Corporate
Social Responsibility sesuai dengan nilai yang berlaku dan komitmen
perusahaan.
d. Organisasi (Organization) –
A4
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat
lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu
sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu
filsafat hidup. Dan Kemampuan membentuk system nilai dan budaya organisasi
dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh: Menyepakati dan mentaati
etika profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung
jawab.
e. Karakterisasi (characterization)
– A5
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat
berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan
lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan
keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Dan Kemampuan mengendalikan
perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal
dan social. Contoh: Menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri,
kooperatif dalam aktivitas kelompo:
C. Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan
motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering
melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan,
jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik
mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
a. Peniruan – P1
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons
serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf.
Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi – P2
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan,
gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada
tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya
meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan – P3
Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam
penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi
sampai pada tingkat minimum.
d. Artikulasi – P4
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang
tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara
gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan – P5
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan
energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan
merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Revisi Taksonomi Bloom
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan
para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai
dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun
2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah
kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1. Perubahan kata kunci
dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level taksonomi.
2. Perubahan hampir terjadi
pada semua level hierarkhis, namun urutan level masih sama yaitu dari urutan
terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
· Pada level 1, knowledge diubah
menjadi remembering (mengingat).
· Pada level 2, comprehension dipertegas
menjadi understanding (memahami).
· Pada level 3, application
diubah menjadi applying (menerapkan).
· Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).
· Pada level 5, synthesis dinaikkan
levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar,
yaitu creating (mencipta).
· Pada level 6, Evaluation turun
posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan evaluating(menilai).
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri
dari enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan
creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan
tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.
Sama dengan sebelum revisi, tiga level pertama (terbawah)
merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga
level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam
menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut:
- Sebelum kita memahami
sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
- Sebelum kita menerapkan
maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
- Sebelum kita menganalisa
maka kita harus menerapkannya dulu
- Sebelum kita mengevaluasi
maka kita harus menganalisa dulu
- Sebelum kita berkreasi
atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis dan mengevaluasi.
Beberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada yang
beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap yang
berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung
kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa pentahapan itu
sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi. Hingga saat ini
ranah afektif dan psikomotorik belum mendapat perhatian. Skillmenekankan
aspek psikomotorik yang membutuhkan koordinasi jasmani sehingga lebih tepat
dipraktekkan bukan dipelajari.
Attitude juga merupakan faktor yang
sulit diubah selama proses pembelajaran karena attitude terbentuk sejak lahir. Mungkin itulah alasan mengapa revisi baru
dilakukan pada ranah kognitif yang difokuskan pada knowledge.
Posting Komentar